Oleh : Shintawati
(Staf Dept Mutu JSIT Indonesia)
Dunia pendidikan adalah dunia yang sangat dinamis, selalu bergerak, selalu terjadi perubahan dan pembaharuan. Sekolah seolah terus berpacu memunculkan dan mengejar keunggulannya masing-masing. Memasuki
Era Globalisasi menjadi satu tantangan tersendiri bagi pengelola
pendidikan untuk menyesuaikan kurikulum dan sarana pendidikan mereka
dengan berbagai teknologi canggih agar bisa menghasilkan siswa yang
mampu bersaing di Era ‘Global Village’.
Ditengah
begitu semangatnya berbagai lembaga pendidikan mengejar keunggulan
teknologi, terbersit satu pertanyaan, ‘sebesar itu jugakah semangat
kita untuk mengejar keunggulan karakter siswa-siswa kita?’
Mengapa Karakter?
Beberapa
hadits berikut menunjukkan betapa pentingnya sekolah-sekolah kita
untuk memperhatikan masalah pembentukan akhlak pada anak-anak didiknya:
“innama bu’itstu liutammima makaarimal akhlaaq”
Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. (HR Malik)
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
Sekolah
adalah tempat yang sangat strategis bahkan yang utama setelah keluarga
untuk membentuk akhlak/karakter siswa. Bahkan seharusnya setiap
sekolah menjadikan kualitas akhlak/ karakter sebagai salah satu Quality
Assurance yang harus dimiliki oleh setiap lulusan sekolahnya.
Tentunya
kita semua berharap siswa-siswi yang dididik di sekolah kita menjadi
hamba Allah yang beriman, sebagaimana pemerintah kita mencanangkan
dalam Pasal 3 UU No. 20/2003, bahwa:
‘Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab’. Dan sekarang resapilah hadits berikut:
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya diantara mereka.” (HR Tirmidzi dari Abu Hurairah)
Jika
ternyata baiknya akhlak menjadikan sempurnanya iman, maka tidak ada
alasan bagi sekolah kita untuk menomor duakan keseriusan dalam upaya
pembentukan akhlak/karakter dibanding keseriusan mengejar keunggulan
teknologi. Bahkan yakinlah, bahwa jika anak didik kita
memiliki akhlak/karakter yang baik, insya Allah merekapun akan lebih
mudah kita pacu untuk mengejar prestasi lainnya.
Tak kurang, para peneliti, dan tokoh kelas dunia pun dengan jelas ikut menyuarakan pentingmya masalah pembentukan karakter ini:
Theodore Roosevelt, mantan presiden USA yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat).
Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal, yaitu “education without character” (pendidikan tanpa karakter)
Beberapa hasil penelitian dan survey berikut mungkin akan membuat dahi kita berkerut:
90% anak usia 8-16 tahun telah buka situs porno di internet. Rata-rata anak usia 11 tahun membuka situs porno untuk pertama kalinya. Bahkan
banyak diantara mereka yang membuka situs porno di sela-sela
mengerjakan pekerjaan rumah (Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi
Warung Internet Indonesia, Irwin Day. 25 Juli 2008. Media Indonesia)
Herien Puspitasari (Disertasi Doktor IPB), mempublikasikan hasil penelitiannya di Kompas Cyber Media 18/05/2006). Dalam penelitiannya yang dilaksanakan pada tahun 2002-2003, dengan menggunakan responden sejumlah 667
siswa (550 siswa Sekolah Negeri & 117 siswa Sekolah Swasta), 540
putra dan 127 putri, semuanya berasal dari siswa kelas 2 SMA dan SMK di
Bogor. Mendapatkan hasil yang mencengangkan: Dari 667 responden
tersebut, tidak kurang 10 persen para responden sudah melakukan hubungan
seks bebas!
Jumlah
pengguna narkoba di lingkungan pelajar SD, SMP, dan SMA pada tahun
2006 mencapai 15.662 anak. Rinciannya, untuk tingkat SD sebanyak 1.793
anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan SMA sebanyak 10.326 anak. Dari data
tersebut, yang paling mencengangkan adalah peningkatan jumlah pelajar
SD pengguna narkoba. Pada tahun 2003, jumlahnya baru mencapai 949 anak,
namun tiga tahun kemudian atau tahun 2006, jumlah itu meningkat tajam
menjadi 1.793 anak .
Tentunya masih banyak data dan fakta lain yang bisa kita ungkap. Tapi data-data di atas cukup mewakili bagaimana potret anak usia sekolah di negeri ini.
Menurut Thomas Lickona (1992), tanda-tanda kehancuran suatu bangsa antara lain:
1. Meningkatnya kekerasan dikalangan remaja
2. ketidak jujuran yang membudaya
3. semakin rendah rasa tidak hormat kepada kedua orang tua, guru dan figure pemimpin,
4. meningkatnya kecurigaan dan kebencian
5. penggunaan bahasa yang memburuk
6. penurunan etos kerja
7. menurunnya rasa tanggung-jawab individu dan warga negara
8. meningginya perilaku merusak diri
9. semakin kaburnya pedoman moral.
Jika
kita cermati satu persatu tanda-tanda kehancuran di atas, berapa point
yang sudah muncul di bangsa kita? Sepertinya kita sepakat bahwa
seluruhnya sudah tampak di bangsa kita!
Akankah bangsa kita mengalami kehancuran? Jawabannya adalah ‘YA’ bila bangsa kita tidak melakukan perbaikan. Dan kita para pengelola sekolah dan para pendidik harus ikut melakukan langkah perbaikan. Inilah peran strategis yang harus kita ambil, MELAKUKAN PEMBINAAN AKHLAK UNTUK MENGHINDARKAN BANGSA DARI KEHANCURAN!
Peran Sekolah
“FithrataLlahil latii fatharan naasa ‘alaiha. Laa tabdiila likhalqiLlah.”
“…(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah…” (Ar Rum:30)
“Ilmu diperoleh dengan belajar, dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun.” (HR Bukhari)
Pendidikan menurut Pasal
1 Butir 1 UU 20/2003: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”
Pengertian Pendidikan Karakter
Dalam
Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat; watak;
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang daripada yang lain. Sedangkan menurut Imam Ghazali karakter
adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Membentuk
karakter tidak semudah memberi nasihat, tidak semudah member
instruksi, tetapi memerlukan kesabaran, pembiasaan dan pengulangan,
sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits yang telah dikutip sebelumnya:
“Ilmu diperoleh dengan belajar, dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun.” (HR Bukhari)
Sehingga
proses pendidikan karakter merupakan keseluruhan proses pendidikan
yang dialami peserta didik sebagai pengalaman pembentukan kepribadian
melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan
moral, nilai-nilai ideal agama, nilai-nilai moral.
Pendidikan Karakter pada Sekolah Islam Terpadu (SIT)
Sekolah Islam Terpadu menjadikan pendidikan karakter sebagai pilar utama dalam proses penyelenggaraannya. Oleh karena itu, SIT mengembangkan prinsip-prinsip pendidikan sebagai berikut:
1. Menjadikan Islam sebagai landasan filosofis.
2. Mengintegrasikan nilai Islam ke dalam bangunan kurikulum.
3. Menerapkan dan mengembangkan metode pembelajaran untuk mencapai optimalisasi proses belajar mengajar.
4. Mengedepankan qudwah hasanah dalam membentuk karakter peserta didik.
5. Menumbuhkan
biah solihah dalam iklim dan lingkungan sekolah: menumbuhkan
kemaslahatan dan meniadakan kemaksiatan dan kemungkaran.
6. Melibatkan peran-serta orangtua dan masyarakat dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
7. Mengutamakan nilai ukhuwwah dalam semua interaksi antar warga sekolah.
8. Membangun budaya rawat, resik, rapih, runut, ringkas, sehat dan asri.
9. Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah untuk selalu berorientasi pada mutu.
10. Menumbuhkan budaya profesionalisme
Nilai-nilai
Islam menjadi inspirasi dan sekaligus pemandu utama dalam
penyelenggaraan pendidikan di SIT. SIT meyakini bahwa pendidikan Islam
akan mampu:
1. Membentuk sikap dan kepribadian yang kuat
berdasarkan prinsip-prinsip nilai keilahiyahan. Dengan aqidah yang
benar, seorang muslim akan mampu menunjukkan sikapnya yang tegar,
tsabat, istiqomah dan selalu berfihak dan membela al Haq.
2. Memompa semangat keilmuan dan karya.
Islam mengajarkan pemeluknya untuk selalu berfikir dan berkarya.
Doktrin Islam adalah: ”sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling
memberi manfaat bagi orang lain”
3. Membangun karakter/pribadi yang saleh
: selalu menegakkan nilai-nilai dan praktek ibadah. Pendidikan agama
Islam mendidik dan mendisiplinkan pemeluknya untuk selalu taat beribadah
kepada Allah SWT. Dengan perilaku ibadah yang bersih, niscaya akan
terbentuk karakter muttaqien, selalu menjauhi perilaku negatif dan
destruktif
4. Membangun Sikap Peduli:
Islam selalu mengajarkan sikap peduli kepada orang lain, hewan dan
lingkungan. Sikap peduli akan melahirkan sikap yang selalu membangun dan
memecahkan segala permasalahan sosial.
5. Membentuk pandangan yang visioner, berfikir, bekerja dan bertindak untuk kepentingan masa depan.
Bagaimana menerapkan pendidikan karakter di sekolah?
Menurut Ratna Megawangi, Founder Indonesia Heritage Foundation, ada tiga tahap pembentukan karakter:
J MORAL KNOWING : Memahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa manfaat berperilaku baik
J MORAL FEELING : Membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya.
J MORAL ACTION : Bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior
Dengan
tiga tahapan ini, proses pembentukan karakter akan jauh dari kesan dan
praktik doktrinasi yang menekan, justru sebaliknya, siswa akan
mencintai berbuat baik karena dorongan internal dari dalam dirinya
sendiri.
Masih menurut Indonesia Heritage Foundation, ada 9 pilar karakter yang harus ditumbuhkan dalam diri anak:
1. Cinta Allah, dg segenap ciptaanNya
2. Kemandirian ,tanggung jawab
3. Kejujuran, bijaksana
4. Hormat, santun
5. Dermawan, suka menolong, gotong royong
6. Percaya diri, kreatif, bekerja keras
7. Kepemimpinan, keadilan
8. Baik hati, rendah hati
9. Toleransi, Kedamaian, kesatuan
Tips untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah
Berikut adalah tips untuk sukses menerapkan pendidikan berbasis karakter di sekolah:
— Memiliki nilai-nilai yang dianut dan disampaikan kepada seluruh stake holder sekolah melalui berbagai media : buku panduan untuk orang tua (dan siswa), news untuk orang tua, pelatihan.
— Staf pengajar dan administrasi termasuk tenaga kebersihan dan keamanan mendiskusikan nilai-nilai yang dianut, Nilai-nilai ini merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang diyakini sekolah.
— Siswa dan guru mengembangkan nilai-nilai yang dianut di kelas masing-masing.
— Memberikan dilema-dilema dalam mengajarkan suatu nilai, misalnya tentang kejujuran.
— Pembiasaan penerapan nilai di setiap kesempatan
— Mendiskusikan masalah yang terjadi apabila ada pelanggaran
— Mendiskusikan masalah dengan orang tua apabila masalah dengan anak adalah masalah besar atau masalahnya tidak selesai
Dari semua komponen sekolah, yang paling berperan mensukseskan program pendidikan berbasis karakter di sekolah, adalah GURU. Tentunya diperlukan GURU BERKARAKTER untuk menghasilkan SISWA BERKARAKTER. Meski diperlukan kesabaran dan ketekunan, menghasilkan anak didik yang berakhlak dan berkarakter baik tentunya sangat membahagiakan, karena menjadi penyebab seseorang mendapatkan kebaikan itu lebih baik dari dunia dan seisinya!
0 komentar:
Posting Komentar